Jumat, 01 Februari 2013

Apakah Kita Benar-Benar Berbuat Baik ?



Siapa pun pasti mengharapkan bisa berbuat baik. Sekecil apa pun perbuatan kita, pasti pada dasarnya setiap manusia ingin berbuat baik. Berbuat baik adalah kewajiban manusia, tetapi untuk saat ini sepertinya tidak salah kalo saya beranggapan bahwa berbuat baik juga adalah hak setiap manusia. Benar gak ya..?? Karena seringkali kita menimbang atau berhitung atau banyak berpikir berulang-ulang sebelum kita melakukan perbuatan baik tersebut ataupun apakah ada sesuatu yang kita harapkan dari perbuatan baik yang kita lakukan. Jadi seringkali kita tidak spontan melakukannya, bahkan selalu berharap ada pamrihnya. Benar khan?? Bisa benar, bisa tidak, bebas lah….hmmm.

Ada orang yang berbuat baik tapi dilandasi keinginan agar suatu saat mendapat balas budi. Ada yang berbuat baik tetapi sebelumnya sudah pilih-pilih siapa yang akan mendapat perbuatan baik dari kita. Ada yang berbuat baik dengan tujuan utama agar dapat menutupi perbuatan tidak baiknya. Ada yang berbuat baik sambil terus-terusan sibuk beriklan kemana-mana dengan segala macam cara sebagai proses dari pencitraan dirinya. Ada yang berbuat baik kepada orang lain dan berharap agar perbuatan baiknya bisa menjadi virus kebaikan, yakni perbuatan baiknya dilanjutkan oleh orang lain yang telah dibantunya. Tetapi ada juga yang berbuat baik tanpa berpikir macam-macam, pokoknya jalankan saja. Dan masih banyak lagi dasar / alasan-alasan orang berbuat baik. 


Dan mungkin ada baiknya bagi kita untuk bercermin diri, bagaimana dengan diri kita sendiri, apakah kita selalu berhitung sebelum berbuat baik atau kita melakukannya secara spontan dan tanpa pamrih??? 


Atau jangan-jangan kita sudah bosan berbuat baik???


Atau ada yang ragu untuk berbuat baik karena mendengar anjuran pemerintah? Saya ambil contoh tentang adanya anjuran dari pemerintah DKI untuk tidak memberi kepada para pengemis dadakan menjelang hari raya yang beroperasi di perempatan jalan raya. Hal ini menyebabkan keraguan kita apakah jika kita memberi pengemis-pengemis tersebut maka kita melanggar himbauan pemda DKI yang artinya kita berpikir kita sedang berbuat tidak baik. Bukankah lebih baik kita memberi saja, dan urusan mengapa ada pengemis di perempatan jalan menjelang hari raya itu seharusnya pemerintah yang atasi??

Dalam posting saya terdahulu tentang AIDA, disebutkan bahwa di dalam ilmu komunikasi ada konsep AIDA yaitu awareness, Interest, Desire, dan Action. Konsep ini merupakan pondasi awal dalam kampanye pemasaran. Konsep ini memudahkan para pemasar untuk membuat strategi promosi yang terarah dan terencana dengan baik, dimana jelas urutan dan tingkatannya agar konsumen bisa action ataupun lebih loyal lagi sehingga selalu repeat buying.
Langkah-langkah dalam konsep AIDA sebenarnya merupakan urutan langkah terhadap upaya mencapai pencapaian tertentu. 

Sama halnya dengan cara kita melihat posisi perbuatan baik kita apakah sudah benar-benar baik. Untuk melihat posisi perbuatan baik kita dalam konteks pemahaman bahwa Tuhan Maha Pengasih dan Penyayang, maka kita bisa menggunakan konsep pemahaman yang ada dalam buku hati nurani*.


Dalam buku hati nurani * yang saya kutip ini, disebutkan secara singkat bahwa ada tiga tingkat pemahaman kita terhadap Tuhan Maha Pengasih dan Penyayang, yaitu:
- Tahu
- Mengerti
- Sadar.

Tahu:
Setiap manusia tahu bahwa Tuhan adalah Maha Pengasih dan Penyayang. Dalam setiap melakukan sebuah perbuatan baik, kita masih mengharapkan balasan, walaupun mungkin balasan yang kita harapkan adalah balasan yang akan diterima “nanti di sana”. Di sini menunjukkan bahwa pemahaman kita masih sebatas “tahu” saja, belum sampai pada tahap menyadari “ arti” dari “Maha Pengasih dan Penyayang”.

Mengerti:
Bila tingkat pemahaman kita sudah lebih mendalam, yaitu tahap “mengerti”, di sini kita sudah lebih paham akan arti dari “Maha Pengasih dan Penyayang” itu. Kita tidak mengharapkan balasan apa pun dari apa-apa yang kita perbuat. Kita sepenuhnya yakin dan percaya bahwa Tuhan akan memberikan yang terbaik bagi kita untuk setiap hal yang kita lakukan dengan tulus ikhlas. Kita hanya berharap bahwa kita dapat kembali kepadaNya tanpa mengaitkan dengan perbuatan-perbuatan baik kita.

Sadar:
Kita tahu bahwa tujuan kodrati semua mahluk adalah untuk kembali ke pangkuan Tuhan Yang Maha Esa. Tetapi karena kita sudah sadar bahwa Tuhan Maha Pengasih dan Penyayang, kita percaya dan yakin Kasih Tuhan berkelimpahan lebih dari yang dapat kita bayangkan sekalipun. Kita percaya dan yakin bahwa Tuhan akan selalu memberi yang terbaik. Kita akan melakukan ibadah, amal, bakti, dan semua perbuatan kita sepenuhnya dengan kasih, tanpa mengharapkan balasan apa pun. Kita juga tidak akan berusaha untuk kembali kepada Tuhan. Kita hanya akan membuka hati dan memasrahkan diri secara total kepadaNya. Kita percaya dan yakin bahwa apabila kita dapat membuka hati dan memasrahkan diri kepadaNya, Tuhan pasti akan memberikan yang terbaik, termasuk tentunya kembali kepadaNya.
……………………………………

Jadi setelah membaca kutipan di atas yang merupakan kutipan dari buku hati nurani*, kiranya ini akan membantu kita memposisikan diri dimanakah tingkat pemahaman kita terhadap Tuhan Maha Pengasih dan Penyayang. Termasuk juga implementasi terhadap perbuatan baik kita.

Apakah perbuatan baik yang dulu atau sekarang atau pun masa depan yang akan kita lakukan nanti sudah benar-benar baik???

Apakah kita sudah sampai pada tahap pemahaman tertinggi atau “sadar”, atau masih dalam tahap di bawah sadar yaitu tahap pemahaman “mengerti”, atau bahkan masih dalam tahap pemahaman “tahu” saja.

Atau jangan-jangan, kita masih berada dalam tahap di bawah tahap pemahaman “tahu” yaitu kita tidak termasuk dalam tahap yang ada (waduh…..gawat dong!). Jika ini terjadi, maka ada baiknya kita segera memperbaiki alasan/dasar dari perbuatan baik kita, dari yang “seolah-olah baik” agar bisa “benar-benar baik” dan juga dari yang selalu "berhitung pamrih" agar bisa "spontan".

………………………………………..
* dikutip dari Buku Hati Nurani, bab 10 hal 69 – 70, karangan Irmansyah Effendi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar